TRADISI MAKAN SAPRAHAN: Keindahan Budaya di Kabupaten Sambas
Assalamualaikum.
Hello semuanya.
Kalian mungkin sudah sering dengar dan baca bahwa Indonesia memiliki 17.504 pulau dan
1.340 suku. Kekayaan alam dan budaya negeri pertiwi inilah yang menjadikan
Indonesia dikenal dunia, memiliki banyak potongan ‘surga’ yang tersebar dari
Sabang sampai Merauke.
Panorama
alam Indonesia yang menawan juga indah menjadi salah satu alasan banyaknya
traveller mancanegara berbondong-bondong terbang ke Indonesia. Bahkan
masyarakat Indonesia, termasuk saya, mengukir mimpi dapat mengelilingi berbagai
daerah di negeri tercinta.
Sambas
Daerah paling utara dari wilayah Provinsi Kalimantan Barat dan memiliki
luas daerah 6.395,70 km2.
Peta dari Pontianak menuju Sambas |
Namun
di blog post kali ini Bee tidak ingin ‘meracuni’ kalian dengan pesona alamnya di sana.
Melainkan sesuatu yang tak hanya bisa dilihat tapi juga dirasa. Karena
berbicara tentang keindahan Indonesia bukan hanya tentang birunya laut,
tingginya gunung ataupun objek wisata lainnya yang menawan.
Masih
ada keberagaman tradisi budaya yang menjadikan Indonesia menarik untuk dieksplorasi.
Dimana ‘surga’ Indonesia tak hanya dapat kamu jumpai di pinggir pantai ataupun
di atas awan. Melainkan juga di sudut pedesaan atau pekampungan.
Salah satu dari tradisi budaya Indonesia yang ingin Bee kenalkan adalah Tradisi
Makan Saprahan di Kabupaten Sambas. Tradisi ini tak hanya sekedar berkumpul dan
makan bersama loh. Ada nilai-nilai
budaya dan filosofi yang menarik untuk ditelusuri. Namun karena masih
sedikitnya yang mengenal tradisi ini, maka Bee sangat bersemangat untuk
menceritakannya disini.
Tradisi Makan Saprahan di Kabupaten Sambas
Tradisi
Makan Saprahan ini biasanya dilaksanakan pada bulan Sya’ban menjelang Ramadhan,
acara syukuran, acara pernikahan dan lainnya. Tradisi adat Melayu ini pun sudah
tidak asing lagi bagi masyarakat berbudaya Melayu mulai dari Sambas, Mempawah
dan Pontianak.
Kalau sahabat traveller sendiri, apakah sebelumnya sudah pernah mendengar tradisi ini?
Berbeda
dengan makan prasmanan yang biasanya kita jumpai. Tradisi makan Saprahan ini
menjunjung tinggi semangat kekeluargaan atau gotong royong juga keramah-tamahan.
Mulai dari proses persiapan hingga selesai acara, semua dilakukan secara
tolong-menolong antar warga.
Sedangkan
ketika Tradisi Makan Saprahan dimulai semua warga akan berkumpul dan membuat
lingkaran kecil yang mengelilingi baki besar berbentuk bulat berisi lauk-pauk.
Tanpa memandang latar belakang, umur dan status sosial, semuanya duduk bersama
di lantai untuk makan.
Dalam
satu lingkaran diisi oleh 6 orang dan disajikan 5 menu makanan, kuliner khas
Melayu. Biasanya ada ayam masak kecap, ayam masak puteh (opor), sayur pacri
nanas, acar telur dan sambal kacang merah. Sedangkan minumannya ialah air
serbat. Tapi berkembangnya zaman, sekarang sudah banyak yang memilih praktis
yaitu menggantinya dengan air kemasan gelas.
Tradisi
Makan Saprahan ini menggunakan tangan alias nggak pake sendok, garpu apalagi
pisau makan, hehe. Sedangkan untuk mengambil lauk-pauk ada disediakan sendok.
Tapi berdasarkan pengalaman Bee nih
ya, kalau ambil lauk seperti ayam, biasanya kami mengambil menggunakan tangan
langsung.
Pernah
nih sewaktu kecil dan ikut makan
Saprahan, tanpa basa-basi Bee langsung ambil sepiring ayam kecap dari sajian.
Padahal seharusnya ambil sedikit-sedikit alias dicubit-cubit, hehe. Jadi perlu
diingat ya sahabat traveller, lauk-pauk yang disajikan bukan untuk satu orang
melainkan enam orang.
Bee dan keluarga lagi makan saprahan |
Saprahan Acara Sya'ban di rumah Pak Long (paman) Sambas |
Etika Besurrung dan Tugas Pesurrung
Tak
hanya proses makan, proses penyajian Tradisi Makan Saprahan pun memiliki etika.
Dalam proses penyajian atau lebih dikenal masyarakat dengan nama besurrung,
dilakukan oleh 5 orang.
Orang
yang pertama membawa air cuci tangan berserta lap tangan, lalu disusul orang
kedua membawa nasi. Kemudian orang ketiga bertugas membawa baki lauk-pauk.
Sedangkan orang keempat membawa piring. Terakhir membawa baki kecil berisi
gelas dan air minum.
Bee
sendiri yang tinggal dan besar di Kota Pontianak, punya pengalaman tiba-tiba
disuruh untuk terlibat sebagai pesurrung (orang yang melakukan besurrung) sewaktu ada
acara Sya’ban di Sambas.
‘Doeng’ beberapa detik,
bengong menatap piring kosong dan lauk-pauk. Sebab saat itu Bee nggak tau
aturannya dan mengira sama saja dengan menyajikan makanan pada umumnya. Bee
ambil saja baki berisi minuman dan meletakkannya di kelompok Saprahan yang
masih kosong belum ada baki lauk-pauknya. Jelas Mama yang melihat tersebut langsung
menegur. Untung saja bibi-bibi saya harap maklum *ngelus dada.
Baki lauk-pauk siap diantar |
Ah, ayam masak puteh nya menggoda~ |
Nilai-nilai Budaya dan Filosofi Tradisi Makan Saprahan
Tradisi
adat melayu Sambas ini memang sangat identik dengan agama Islam, sehingga angka
6 pada jumlah orang di setiap kelompok Saprahan melambangkan Rukun Iman.
Sedangkan angka 5 pada jumlah lauk-pauk yang disajikan bermakna Rukun Islam.
Dari
Tradisi Makan Saprahan inilah kita bisa melihat budaya Indonesia yang sejak
dari dulu tertanam, yaitu budaya gotong-royong. Semua orang berkerjasama dengan
penuh rasa kekeluargaan. Mulai dari proses memasak, menghidangkan hingga mencuci.
Selain
itu tanpa membandingkan status sosial, agama, suku juga umur, semuanya duduk
bersama di lantai, menikmati sajian makanan yang sama. Saling berbagi cerita,
melempar senyuman, menjalin keakraban dalam kesederhanaan. Suatu pemandangan
yang tentu begitu indah dan damai, bukan?
Cekrek dulu bagian dapur yang masak |
Tertarik berkunjung ke Sambas dan merasakan langsung Tradisi Makan Saprahan?
Datanglah kemari. Maka Bee dengan senang hati akan ajak kamu ke
kondangan. Kok kondangan? Ya karena Tradisi Makan Saprahan biasanya sering ada di acara pernikahan. Selain
itu orang nikahan setiap bulan pasti ada kan ya?! Hehe.
Akses
munuju Sambas sangatlah mudah. Jalannya sudah aspal mulus. Jika kamu dari luar
daerah Kalimantan Barat, bisa menggunakan pesawat menuju Bandara Supadio
Pontianak.
Lalu dilanjutkan dengan perjalanan darat menggunakan rental mobil ataupun bus Damri.
Perjalanan
dari Kota Pontianak ke Sambas memakan waktu yang lumayan lama, yaitu kurang
lebih sekitar 5 jam. Tak perlu khwatir untuk urusan penginapan, di Kota Sambas
terdapat beberapa penginapan yang bisa kamu datangi juga pesan.
Siapa
yang sangka ‘Surga’ tersembunyi Indonesia juga bisa ditemui dari sebuah baki
besar berbentuk bulat, yang menghidapkan sajian makanan rasa kekeluargaan dan
dinikmati bersama dengan kesederhanaan.
Semoga
tulisan TRADISI MAKAN SAPRAHAN: Keindahan Budaya di Kabupaten Sambas bermanfaat dan menambah wawasan kamu terkait
kekayaan budaya di Indonesia. Terus bersyukur dan tebar kebaikan. Salam.
Aamiin aamiin, smoga Indonesia smakin menjaga budaya dan berbudaya ke depannya.aamiin
BalasHapusaamiin. doa yang sama seperti mba des :)
HapusDimana-mana ada yaa tradisi makan bersama. Saprahan seru juga yaa.
BalasHapusiya ya, kayakanya tradisi budaya ini punya banyak nama
Hapus"Datanglah kemari. Maka Bee dengan senang hati akan ajak kamu ke kondangan. Kok kondangan?" Waaah bener ya Mbak Bee? heheh
BalasHapusiya bener :D
HapusPerlu dilestarikan karna budaya yang baik mengandung unggah ungguh yang baik pula. tidak sembarangan makan, layaknya table miner gitu.
BalasHapusbener. pelestarian budaya memang perlu ditingkatkan ya
HapusBisa lahap ni makan saprahan.
BalasHapuskalau dihidangkan makanan saprahan, semua orang lahap makannya :D
HapusIndonesia kaya sekali akan budaya dan tradisi ya, setiap daerah punya tradisinya sendiri-sendiri.
BalasHapusApalagi tradisi makan bersama-sama, nikmat banget ini 👍.
Gayeng bangeet makan bareng, masakannya terasa makin lezaaat...
BalasHapusWah asik banget ni hampir mirip dengan tradisi makan bajamba di sawahlunto. Keren
BalasHapusbenarkah? jadi penasaran bagaimana tradisi makan bajamba di sawahlunto
HapusAamiin ya Allah semoga bisa berkunjung kesana ka Bee ^^ Duh mau banget nyoba tradisinya tapi harus ada yang nikah dlu ya.hehe
BalasHapusnggak mesti nikah dulu sih. acara syukuran biasanya juga ada. tapi emang kebanyakan di acara nikahan hehe
HapusWaaah keren nih, Indonesia memang ga ada abis-abisnya yaaa kalo masalah budaya
BalasHapusMasih banyak tradisi yang belum kita ketahui di tiap sudut Indonesia. Kalau di tempatku, makan seperti ini mirip sedekah bumi
BalasHapusdaerah mas nasirullah sitam dimana? ternyata tradisi ini ada dimana-mana ya :)
HapusKalau di Aceh namanya bu kulah, yang disajikan dalam sange alias talam yang ada tutupnya.
BalasHapusBudaya melayu memang g jauh2 beda ya kak
kalau di palembang barangkali istilahnya, ngindang bisa juga munggahan. biasanya ya makan besar dengan cara lesehan gini nikmatnya dobel.
BalasHapuswew.. keren kak oka.. mau k kalimantan belom2 sampe neh
BalasHapusMirip sama makan bedulang yg aada di Belitung ya
BalasHapusAsyiknya di Sambas masih melestarikan tradisi makan bersama ini. Jadi inget kalau mudik ke Bukittingi, ada tradisi makan serupa. Tanah Melayu memang punya kemiripan tradisi ya.
BalasHapusSelalu suka dengan budaya Indonesia, dari Sabang sampai Merauke banyak kebudayaan yang luar biasa. Saprahan ini mirip liliwetan gitu ya. Kalau liliwetan banyak orang.
BalasHapusO ini namanya saprahan ..
BalasHapuskalo di belitung namanya Bedulang.
Tapi kalo di kosanku namanya sonaman.
Thanks for sharing, sukses terus..
BalasHapus